Selasa, 05 Maret 2013

Dentingan Piano Part II


Mereka sampai kelas dan langsung mencari bangku baris kedua karena mereka suka pelajaran musikalisasi. Apalagi dalam pelajaran ini berbagai insrumen bisa di gabungkan, jadi harus datang cepat untuk dapat bangku depan.
Sambil mengeluarkan buku-bukunya, mata Abel tertuju pada seseorang yang duduk di depan pojok kanan ruangan. Rambutnya tidak terlalu panjang atau pendek, lurus tapi agak keriting di bawahnya. Beberapa kali cewek itu menengok ke belakang, manis. Pelajaran dilalui Abel tanpa konsentrasi penuh.

“Tettt…Tettt…” Kelas menjadi riuh. Abel segera merapikan bukunya. Berniat untuk berkenalan dengan cewek itu.
“Hei, sorry, kamu anak baru disini? Aku baru liat soalnya…”
“Hah? Eh iya, aku baru disini. Baru pindah instrumen soalnya.” Jelasnya dengan sedikit kaget. Tapi tetap mencoba ramah dengan tersenyum.
“Oh, kalo boleh tau namanya siapa?”
“Ara, eh udah dulu ya aku ada kelas lagi.”
“Eh…eh…” Ara sudah hilang dari balik pintu kelas. “Aku Abel…” Nadanya melemah.


Abel masih terbanyang-bayang dengan Ara. Ada sesuatu tentang Ara yang mengusik hatinya. Ara bahkan belum mengetahui namanya. ‘Instrumen apa ya yang Ara ambil?’ Pikir Abel. ‘Ah sudahlah, aku harus memikirkan penampilan untuk PPFA’. Ya, sebentar lagi fakultasnya akan mengadakan PPFA atau Proudly Present From Archipelago. Semua instrument di Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) harus menampilkan sesuatu. Kelompoknya bebas dan apa yang di tampilkan juga bebas, yang jelas harus mengandung unsur musik.
Sejak hari itu Abel kerap kali pergi ke ruang musik akustik utnuk berlatih dengan grup akustiknya. Ada Tristan, Kevin, Bernard yang bermain gitar, dan Ia sendiri bermain gitar dan bernyanyi. Suara Abel memang bagus. Tegas tapi lembut, tak heran banyak yang mencoba mendekatinya. Bahkan sahabat terdekatnya sendiripun menyimpan rasa kepadanya. Tapi ia bukan orang yang mudah jatuh cinta.



 



Setelah menyelesaikan kelas gitarnya Ia langsung menuju ruang musik akustiknya. Dengan menenteng gitar putih tulangnya yang dibalutnya denga tas gitarnya, siapa yang tak jatuh hati? Hamper semua cewek di kapmpusnya meliriknya. Tapi yang ia pikirkan hanya Ara.

“Hei, sorry rada telat, habis ada kelas nih.” “Eh kalian tau ga tadi…” Ucapannya terhenti saat Ia melihat seseorang yang tak lagi asing. Ara. Ara memakai scarf yang cantik, pas dengan baju dan rok selututnya. Tapi untuk apa ia disini? Mau latihan juga? Bukannya ini jadwal grup akustikku?
“Bel kenalin ini Ara, dia anak baru di kampus ini, ambil instrument piano dia. Dia bakal ikut nyanyi pas ntar PPFA. Kasian dia belum dapet kelompok buat tampil.”
“Udah kenal kok.” Ara tersenyum manis.
“Oh udah kenal? Yaudah kebeneran, eh si Bernard pas GKS lagi ga di kampus jadi ga bisa tampil bareng kita. Dia mau nyusul ujian prakteknya. Nih makanya ada Fya disini juga.” Jelas Kevin.
“Eh ada fya, kok ga ngliat dari tadi hahaha…”
“Ah kamu aja yang ngliat Ara terus sampe ga nyadar ada aku.” Ucap Fya seakan hatinya baik-baik saja.
“Ah bisa aja kamu Fy!” Abel tertawa. Salah tingkah jadinya. “Yuk ah langsung latian!”

Mereka membaur menjadi satu. Abel dan Ara bernyanyi dengan merdunya. Abel tak menyangka suara sangat bagus, adak serak-serak di suaranya. Abel jatuh cinta. Love at the first sight. Berkali-kali Fya salah memainkan kord. Tristan berkali-kali juga memperingatkan Fya. Hanya ia yang tau pasti apa penyebab konsentrasinya buyar.

“Yak, latian kali ini udah cukup. Thanks ya udah pada dating. Fya konsentrasi jangan lupa.” Ucap Kevin. Mereka meninggalkan ruangan satu persatu.
“Yuk Bel cepetan!” Ajak Fya karena memang mereka selalu pulang bersama.
“Kamu gak pulang ra?“ Abel malah menanyai Ara.
“Hah? Engga, mau nyobain piano disini. Kamu kalo mau duluan aja.”
“Gak deh, mau liat kamu main. Tadi suara kamu bagus loh.” Fya meninggalkan ruangan itu dengan beban di dadanya. Abel sedang jatuh cinta.
“Jangan ketawa ya, pemula nih.”
“Ah yang penting kan liat kamunya.” Ada yang berdesir di hati Arad an Abel. Rasa yang sama.
Intro lagu Hero - Mariah Carey terdengar. ‘Lagu ini! Kenapa dia memilih lagu ini? Ah hanya kebetulan!’ Pikir Abel menenangkan diri sendiri. Arapun mulai bernyanyi. Suara yang sama dnegan waktu itu, ‘pasti waktu itu Ara’ Dentingan pianonya. Setiap jari-jari Ara menekan tuts-tuts piano hati Abel sejuk. Abel teringat dengan teman masa kecilnya.

“Ra, kamu tau ga?” Ara menghentikan permainannya.
“Kenapa Bel?” Ara menatap Abel serius. Tetapi senyumnya tetap mengembang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar