Selasa, 30 Oktober 2012

Jehenna - Yusuf A.

Membaca novel ini sangat membuat kita berintrospeksi (bagi yang beragama islam), saya membaca sambil membayangkan, seakan-akan jehenna memang benar ada dan sedang mengganggu saya. Novel yang sangat berani, mbacanya bener-bener penasaran dengan endingnya deh;) yuk cus liat artikel tentang novel ini;;)

JEHENNA


“kesesatan pun perlu dibaca. Untuk dihindari”
(Ahmad Tohari)

Tokoh utama di sini adalah Jehenna, seekor jin jantan yang menggoda para pengikut Muhammad Jumadil Qubra’ dan Sunan Kalijaga sampai pada keturunannya di masa dulu sampai modern sekarang. Dengan kata lain, alur waktu dalam novel ini ada tiga; masa jawa klasik, masa pergerakan nasional dan masa modern sekarang. Dalam satuan waktu kaum jin yang rata-rata berumur ratusan sampai ribuan tahun manusia, kurun waktu tiga periode di atas tentulah pendek saja adanya. “Jehenna” sendiri adalah sebuah kata yang berasal dari Syiria yang berarti “jahanam.

Ini adalah suatu terobosan menarik. Sebab, bagaimanapun jika melihat realitasnya, kepercayaan mistik masih menjadi sesuatu yang kental dalam fikiran masyarakat kita, dari desa sampai kaum urban kota. Apa yang menjadi kesadaran publik, haruslah terus digali dan disikapi dengan nalar yang baik. Bisa dibilang, “Jehenna” adalah suatu usaha pencarian jalan baru dalam menarasikan mitologi mistik masyarakat kita. Sementara, pada kebanyakan pengarang dan penulis, tema-tema semacam ini banyak dihindari, karena bisa terjebak ke dalam nuansa artifisial yang kurang mengindahkan substansi nilai mistisistme Islam.

Sudut pandang penceritaan yang memposisikan Jin sebagai narator adalah satu kekuatan penceritaan novel ini. Selama ini, hampir semua novel-novel pop mistik sebelum Jehenna selalu memposisikan mahluk gaib sebagai sesuatu yang asing, alienatif dan sesuatu yang hadir sebagai teror tanpa alasan terhadap dunia manusia. Dalam Jehenna, Jin justru ditampilkan sebagai sosok yang memiliki kesadarannya sendiri. Suara tokoh jin dan manusia yang saling berjalin kelindan dalam setiap sudut narasinya, menciptakan ketegangan yang detail dalam setiap sudut kisahnya. Konflik yang padat inilah yang membuat novel unik ini menegangkan dari awal sampai akhir.

Personifikasi jin menjadikan kehadiran alam gaib/alam lelembut itu terasa makna antropologisnya. Kehadiran jin sebagai penggoda manusia juga erat kaitannya dengan alam bawah sadar manusia dalam novel ini. Tentunya hal ini membuka peluang bagi Jehenna untuk ditafsirkan pada banyak sisi dalam kaitannya dengan mitos dan alam bawah sadar masyarakat kita yang notabene percaya akan adanaya alam gaib.

Membaca novel ini, anda tidak akan merinding takut sebagaimana halnya menonton film-film horor di televisi, tetapi menjadi lebih berhati-hati dalam setiap perbuatan dalam keseharian kita.


*)Ridwan Munawar, Mahasiswa Psikologi
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

(Sumber: Koran Merapi, 9 Januari 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar